Data statistik lulusan di negeri ini menunjukkan setiap tahun mencapai 2 juta jiwa, namun hanya 20% saja yang terserap untuk memperoleh lapangan pekerjaan. Lalu kemana 80 % lain yang tidak mendapatkan pekerjaan? Dan bagaimana kalau ditambah lagi dengan lulusan tahun-tahun sebelumnya yang belum juga memperoleh pekerjaan? Apa dampak sosial, ekonomi maupun budaya dari banyaknya pengangguran di negeri ini?
Tentunya pertanyaan-pertanyaan di atas sangatlah menyesakkan dada, karena permasalahan ini bukanlah masalah negara saja, tetapi juga menyangkut orang-orang dekat di sekitar kita yang setiap hari berinteraksi dan berhubungan langsung dengan kita. Hal itulah yang menjadikan saya ingin mengungkapkan beberapa argumentasi agar generasi bangsa bangkit kembali dengan semangat mambara untuk berwirausaha dan sedikit demi sedikit keluar dari kungkungan pengangguran.
Pemikiran yang berkembang selama ini di masyarakat adalah menganggap sekolah atau kuliah untuk mencari pekerjaan. Itulah yang pertama kali harus dirubah bahwa sekolah itu adalah untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru. Karena paradigma itu sudah berkembang sejak nenek moyang kita, sehingga pemikiran itu sulit untuk dihilangkan dari diri kita yang menyebabkan banyak diantara yang lebih senang menjadi pegawai daripada bekerja mandiri. Mungkin masih segar pada ingatan kita ketika masih di bangku. TK bernyanyi,
“Anak pinter anak pinter besok jadi dokter, muter-muter naik helikopter.” Dan syair itu seakan telah menyatu dalam lagu kehidupan masyaraat kita, sehingga hampir 90% anak-anak yang kita tanya cita-citanya maka jawabnya adalah jadi dokter. Penulis yakin sedikit sekali yang menjawab untuk menjadi pengusaha ataupun pedagang. Apa jadi dokter tidak baik? Siapa bilang, tetapi harus ada keseimbangan.
Jika kita tengok lebih jauh kehidupan sahabat pada jaman Nabi Muhammad saw, maka kita akan temukan bahwa banyak diantara mereka yang memilih wirausaha daripada menjadi pegawai, namun hal ini bukan tujuan penulis untuk mendiskriditkan pegawai, akan tetapi mencoba untuk memberi pilihan bagi umat umat islam agar tidak selalu bergantung kepada mahkluk (gaji maupun pensiunan, red), tetapi hanya bergantung kepada yang menciptakan mahkluk yaitu Allah swt.
Suatu hari, seorang sahabat diperintahkan oleh istrinya untuk mengadu kepada Rasulullah perihal nasib ekonominya yang tidak menentu, saat itu beliau memberikan tausiah agar tidak bergantung kepada makhluk sekaligus memberikan sebuah kapak sebagai bekalnya untuk bekerja mandiri, dan ternyata apa yang dia kerjakan menuai hasil. Sebuah kapak yang dari rasul dikembalikannya setelah dia telah membeli kapak sendiri serta mempunyai bekal hidup untuk beberapa bulan ke depan.
Seseorang muslim yang mandiri haruslah mempunyai ketergantungan kepada Tuhan yang sangat besar, jika mengiginkan apa yang dia rencanakan senantiasa mendapat pertolongan dari-Nya. Karena bagaimanapun wirausaha adalah bentuk ikhtiar, sebagai salah bentuk jalan menuju tawakkal kepada-Nya, sehingga tida bisa dipisahkan dari doa.
Ajaran Islam sendiri pun juga telah mengajarkan adanya rahmatan lil alamin, yaitu berguna dan bermanfaat bagi orang lain. Dan inilah salah satu bentuk motifasi ajaran kita untuk mendayagunakan diri agar berguna bagi orang lain, dan salah satu jalannya adalah berwirausaha dan membuka lapangan pekerjaan baru untuk para pengangguran.
Sebut saja Pak de Kun Musthofa Ahmad, sesepuh kami yang memulai wirausahanya dari nol dengan modal pas-pasan, tetapi kini dia kini telah membuka lapangan pekerjaan karena tokonya yang semakin berkembang besar, dan inilah sebagai contoh bagi kita untuk sesegera mungkin bekerja mandiri agar menjadi manusia yang bermanfaat. Saya sendiri sejak TK sudah berdagang apa saja yang bisa menghasilkan sampai sekarang.
Seiring berjalannya waktu, generasi kita harus mulai sadar bahwa berwirausaha adalah suatu hal yang penting dalam kehidupan ini, dengan sadar akan hal itu tidak terdengar lagi di telinga kita tiga kursi pegawai diperebutkan tiga ribu calon pegawai, dan tidak lagi ada di depan mata kita pendaftar bursa kerja antri mencapai satu kilometer, Insya Allah.
Terakhir, “Jadilah yang pertama untuk bermanfaat bagi orang lain dan jadilah yang pertama untuk bisa membantu orang lain, serta jadikanlah menyerah dan keraguan kamus terakhir dalam kehidupan atau hilangkanlah dua kata itu sama sekali.”
Salam Wirausaha…Salam Cinta Indonesia.